Membangun Peradaban melalui Optimalisasi Zakat

00.54 Rahasanica Nariswari P 0 Comments

Di setiap zaman, manusia bergerak dalam membentuk peradabannya masing-masing. Suatu peradaban dapat dikatakan maju dilihat melalui aspek material dan immaterial yang dibangun. Banyak peradaban yang maju dari segi material sejak zaman kaum ‘Aad, kaum Tsamud, bangsa Fir’aun yang ditunjukkan dengan adanya bangunan-bangunan yang megah, kokoh, dan indah, sebagaimana pada zaman ini manusia mampu membangun gedung-gedung pencakar langit. Namun, tak semua zaman mampu membangun dengan kokoh segi immaterial melalui pemikiran-pemikiran yang cerdas dan bermoral.

Peradaban tinggi mulai dibangun umat Islam di masa Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, Nabi Muhammad SAW menegakkan syariat Islam dalam mengatur aspek-aspek kehidupan. Dengan mengacu pada Al-qur’an dan berteladan Rasulullah SAW terbukti keadaan umat Islam mampu bangkit dari keterpurukkan serta menggapai zaman kejayaannya. Dimulai pada zaman Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan oleh kekhalifahan Islam, ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat, nilai-nilai moral ditegakkan, hukum diselenggarakan dengan adil, pembangunan besar-besaran dan pengaruh Islam pun semakin meluas.

Salah satu instrumen penegak keadilan dan pengatur kesejahteraan umat pada saat itu adalah zakat. Dengan konsep memberikan sebagian rezeki yang didapat untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan, zakat menjadi instrumen yang ampuh dalam bidang ekonomi dan sosial. Zakat ibarat sebuah jembatan penghubung yang mempererat persaudaraan antara kaum kaya dan miskin untuk berjalan bersama dalam pembangunan. Dengan adanya hubungan yang erat dari keduanya, suatu peradaban dapat benar-benar dikatakan maju karena kemajuan tersebut dirasakan keduanya tanpa ada yang merasa terzhalimi.

Kegemilangan zakat adalah sejarah yang pernah ada. Umar bin Abdul Aziz merupakan khalifah umat Islam yang menerapkan zakat sebagai konsep utama dalam mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat.  Ibnu Sa`ad dalam karyanya, ath-Thabaqat al-Kubra, menuturkan kesaksian Muhajir bin Yazid, pegawai zakat di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seperti berikut; Kami diangkat sebagai pegawai zakat oleh Umar bin Abdul Aziz. Kami pun membagikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Tapi, pada tahun berikutnya kami justru memungut zakat dari orang-orang itu. Ini menunjukkan keberhasilan zakat, di mana zakat dapat mengubah orang dari orang miskin menjadi orang kaya. Penyaluran zakat dapat mengubah kemiskinan menjadi kekayaan, bukan justru mempertahankan kemiskinan itu sendiri.

Apa yang telah dilakukan khalifah Umar bin Abdul Aziz menunjukkan bahwa ia telah memaajukkan umat melalui penerapan hukum zakat dari apa yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, Khulafaurrasyidin, dan khalifah sesudahnya. Pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, para mustahiq (orang yang wajib membayar zakat) telah berubah menjadi muzakki sehingga sulitnya mencari mustahiq sehingga puncak peradaban zakat dapat dicapai pada masanya. Umar meminta dan memerintahkan dengan tegas agar pengumpulan zakat dari orang Islam yang kaya tidak hanya dipandang sebagai kewajiban seorang muslim tetapi juga sebagai pemenuhan hak orang miskin atas orang kaya. 

Pada zaman ini, banyak yang memandang zakat hanya sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT tanpa memahami berbagai efek positif yang ditimbulkannya. Menunaikan zakat dianggap sulit karena terbentur keinginan manusia untuk bertindak konsumtif dalam membelanjakan hartanya untuk keperluan pribadi. Hal inilah yang membuat kemandekan dalam memaksimalkan potensi zakat, baik dalam pemikiran maupun praktiknya. Umat muslim harus segera sadar bahwa Islam telah memiliki instrumen yang sangat ampuh untuk bangkit dan membangun peradaban sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam perintah Allah. Efek dari pemberdayaan zakat terbukti sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan. Oleh karena itu, umat Islam harus memaksimalkan penghimpunan zakat dari potensi yang sangat besar yang dimiliki umat muslim Indonesia untuk memajukkan peradaban dengan berpijak pada sumber peradaban kita sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunnah.


Mungkinkah pengelolaan zakat seperti pada masa Umar bin Abdul Aziz dapat diwujudkan di negeri yang mayoritas muslim ini? Beranikah umat muslim bermimpi penerimaan dana zakat rakyat Indonesia dapat melampaui penerimaan APBN? Seluruh ajaran Islam termasuk zakat adalah bersifat universal dan dapat diterapkan di semua tempat, ruang dan waktu. Dalam hal perolehan potensi dana zakat yang dapat terkumpul, bisa jadi mimpi-mimpi tersebut menjadi kenyataan mengingat penduduk Indonesia yg mayoritas muslim. Melihat fakta tersebut  tidak diragukan lagi bahwa potensi pemanfaatan dana zakat sangatlah besar hanya saja masalah yang dihadapi kini adalah bagaimana memaksimalkan potensi penggalangan dana zakat dari masyarakat

0 komentar:

Pengumuman

07.04 Rahasanica Nariswari P 0 Comments

Sampai aku mengetik ini, aku masih juga tidak mengerti bagaimana bisa ini layak aku jadikan pengumuman

Sepertinya malam-malam di semester ini akan berbeda dengan malam-malam di semester sebelumnya.
Kelas-kelas perkuliahan banyak menghiasi jadwal pagi hariku.
Well, schedule conditioning, akan terasa sulit untuk tetap nekat berkeliaran di jam-jam malam
Selimut di sisi mungkin akan tergantikan oleh kipas angin di hadapan.
Segelas kopi panas dini hari harus sering mengalah pada es teh manis di siang bolong.
Roti disisinya mungkin juga ikut menarik diri ke "bangku cadangan",
bertukar posisi dengan sebungkus nasi padang atau nasi rames jatah makan siang.

Untuk sementara waktu, selayaknya roda yang berputar, malam pun berganti siang
Meski begitu, bukan seperti itu yang aku ingin gambarkan pada produktivitas harianku.
Semoga ia tergambar seperti kurva penawaran, dari kiri ke kanan yang selalu ingin naik saja bawannya

Sekian
:D

0 komentar: