Sibuklah Menjadi Baik
“Yang menghancurkan itu ada tiga, yaitu bangga seseorang terhadap dirinya, kikir yang ditaati dan hawa nafsu yang diikuti.” (H.R. Ibnu Abbas)
Bismillah,
Salah satu yang dapat menghancurkan amalan manusia adalah sifat ujub. Apa itu ujub? Arti kata ujub menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah keangkuhan, kesombongan atau rasa
bangga. Menurut Sufyan Ats-Tsauri
rohimahumulloh, ujub merupakan perasaan takjub terhadap diri
sendiri sehingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain.
Padahal bisa jadi seseorang tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu.
Memiliki teman
yang banyak, kedudukan dalam organisasi yang terpandang, jabatan di pekerjaan
yang mapan, kekuatan finansial yang besar, ataupun sarana yang serba lengkap
terkadang membuat manusia lalai akan hakekat dirinya yang lemah dan senantiasa
menyandarkan kebutuhan hidupnya pada Allah ‘azza wa jalla. Kelalaian tersebut menjadi gerbang masuknya
perasaan ujub yang menjerumuskan pada kekufuran dan kekerasan hati.
SIffat ujub dapat menyebabkan seseorang lupa terhadap nikmat Allah, bahwa sebenarnya Allah lah Dzat yang telah
mengkaruniakan nikmat dan memudahkan setiap hamba-Nya dalam melaksakan
ketaatan. Ujub merupakan bentuk maksiatnya hati yang membatin, seperti yang diakui Mutharrif, “Aku betul-betul
bermalam dalam keadaan tidur lelap lalu menyesal di pagi harinya, lebih aku
sukai dari pada bermalam dalam keadaan shalat/ibadah, tetapi pagi harinya aku
merasa bangga (sudah beramal).”
Tidak hanya dalam batin, ujub terkadang juga menjelma
menjadi beberapa sikap seperti sikap sombong, tidak mau mendengarkan, enggan memperhatikan dan tidak menghormati
orang lain. Lama-lama penyakit ujub bisa jadi menimbulkan kerasnya hati, karena
menganggap orang lain lebih rendah dan dapat menjadikan dirinya sendiri menolak
kebenaran melalui nasihat dan kritikan.
Keikhlasan seseorang dalam
beramal seringkali bertarung dengan rasa ujub. Jika seseorang yang dihinggapi
rasa ujub setelah beramal, maka akan menyebabkan terhapusnya amalan tersebut.
Nah, saking berbahayanya penyakit ujub, sebagian ulama mengelompokkannya ke
dalam kategori syirik, karena dapat menyebabkan terhapusnya amal. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah,
bahwa ikhlas terkadang dihinggapi penyakit ujub. Siapa saja yang merasa ujub
karena amal yang dilakukannya, maka akan hapuslah amalnya…” Hmm..
mengerikan bukan konsekuensi menderita penyakit hati yang satu ini. Kalau sudah
terjangkit penyakit ini, hal yang lebih utama adalah menyadari akan
kekeliruannya, karena maksiatnya di dalam hati, maka hal pertama-tama adalah
mengazamkan diri untuk memperbaiki.
Setelah membahas bagaimana
bahayanya penyakitujub, saatnya memahami kiat-kiat menjaga diri dari sikap
ujub:
1. Hindari pujian atau sanjungan berlebihan
Pujian seringkali lebih melalaikan daripada kritikan. Pujian
yang berlebihan dapat menjerumuskan seseorang untuk merasa tinggi hati dan lupa
diri terhadap Allah yang telah mengaruniakan segala nikmat dan kemampuan.
Pujian semestinya dimuarakan pada Allah Subhanahu
wa ta’ala
2. Ingatlah untuk Bersyukur kepada Allah
Sesungguhnya segala nikmat bersumber pada Allah. Begitu
banyak nikmat yang telah Allah berikan sepanjang hidup seorang hamba, tetapi
begitu banyak nikmat yang lupa untuk disyukurinya.
“Qarun berkata:
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”.
(Al-Qashash: 78)
Padahal, dengan bersyukur kepada Allah seseorang laksana
membuat self reminder, bahwasanya tiada daya dan upaya tanpa kuasa
Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian,
seseorang akan menjauh dari rasa tinggi hati.
3. Bergaul dengan orang-orang yang menjaga
ketawadhu’annya
Tawadhu adalah lawan dari sifat ujub, yang berarti rendah
hati. Bergaul dengan orang-orang yang menjaga dirinya tawadhu lambat laun akan
pula mempengaruhinya untuk turut bersikap tawadhu.
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Janganlah berbangga-bangga akan Nasab dan
keturunan
Kadangkala manusia memandang diri sebagai
seseorang yang mulia dikarenakan lahir dalam keluarga yang memiliki kedudukan
tinggi dalam tatanan sosial ataupun ekonomi. Kecenderungan itu menyebabkan
perasaan bahwa dirinya lebih utama dibandingkan beberapa orang lain karena
kelebihan yang Allah anugerahkan. Hal ini akan membuka lebar-lebar masuknya
rasa ujub dalam hati manusia.Semestinya potensi yang ada seharusnya lebih
menjadikan manusia lebih mawas diri untuk dapat memanfaatkannya.
5. Membiasakan Diri Tetap Belajar, Bukan Merasa Sok Pintar
Derasnya arus informasi menjadikan banyak
manusia zaman ini merasa paling mengetahui, padahal masih banyak hal yang butuh
dipelajari. Keilmuan yang belum kokoh, bisa jadi menjerumuskan pada keinginan
terselubung mendapatkan pujian, memenangkan perdebatan-perdebatan, dan hal
lainnya. Keinginan-keinginan tersebut akan menciderai keikhlasan dalam beramal,
dan nantinya dapat menimbulkan ujub dalam jiwa.
6. Memahami Hakikat Penciptaan Manusia
6. Memahami Hakikat Penciptaan Manusia
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Q.S. Al Mukminun: 12-14)
Manusia hanya berasal dari tanah,
kemudian Allah lah yang menjadikankita sebagai makhluk yang sempurna. Maka
untuk apa kita berbangga-bangga jika kelak pun kita akan dikembalikan ke tanah?
Bukankah Allah tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya?
7. Memahami Akibat dari Timbulnya Ujub
7. Memahami Akibat dari Timbulnya Ujub
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, akibat terbesar yang ditimbukan dari rasa ujub adalah
terhapusnya amal ibadah seseorang. Lebih lanjut, ujub yang bermetamorfosa
menjadi sombong akan menghadirkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Naudzubillahiminzalik..
8. Mawas terhadap dosa yang telah dilakukan
Diantara yang menjaga manusia dari sifat ujub
adalah mawas diri terhadap dosa-dosa yang telah dilakukan. seseorang akan
cenderung sibuk mengaharap ampunan dari Allah daripada bersikap ujub atas
amalan-amalannya. Sesungguhnya penilaian atas amal manusia berada di sisi Allah,
apa yang baik menurut kita belum tentu baik di mata Allah.
“Sesungguhnya seseorang beramal dengan amalan penduduk surge sesuai yang Nampak pada manusia, padahal ia adalah termasuk penduduk neraka.” (H.R. Bukhari)Sebagaimana kisah yang diriwayatkan dalam hadist Abu Dawud, mengenai dua orang bersaudara di zaman bani Israil, yang satu mengerjakan dosa, sedangkan yang satu lagi rajin beribadah.Orang yang rajin beribadah ini senantiasa memperhatikan saudaranya yang mengerjakan dosa sambil berkata, “Berhentilah (melakukan dosa)!”, suatu ketika orang yang rajin beribadah ini memergoki saudaranya sedang mengerjakan dosa, lalu ia berkata, “Berhentilah (melakukan dosa)!” Namun saudaranya balik menjawab, “Demi Tuhanku, biarkanlah diriku, dan memangnya kamu dikirim untuk mengawasiku?” Maka orang yang rajin beribadah itu berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau tidak akan memasukkanmu ke surga.” Maka Allah mencabut nyawa keduanya, dan keduanya berkumpul bersama di hadapan Allah. Allah berfirman kepada orang yang rajin beribadah, “Apakah kamu mengetahui Diriku atau berkuasa terhadap apa yang Aku lakukan dengan Tangan-Ku?”, maka Allah berfirman kepada orang yang mengerjakan dosa, “Pergilah dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku”, sedangkan kepada yang satu lagi Allah berfirman, “Bawalah dia ke neraka.”
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf:87)
Dengan demikian seseorang
sepatutnya tidak merasa aman atas amalan yang telah dilakukannya, namun juga
tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Benarlah apa yang dikatakan Aisyah radhiallahu ‘anha, “Sesungguhnya
kalian telah lalai dari ibadah yang paling utama, yaitu tawaadhu’ (lawan
ujub dan sombong).” Tulisan ini bagai menasihati diri sendiri, mengingat-ngingat
apa-apa yang mungkin sempat terjadi dalam hati. Semoga sepenggal
ilmu yang tertulis mampu menjadi pengingat kita semua, terlebih lagi saya.
0 komentar: