Membangun Peradaban melalui Optimalisasi Zakat
Di setiap zaman, manusia bergerak dalam membentuk peradabannya
masing-masing. Suatu peradaban dapat dikatakan maju dilihat melalui aspek
material dan immaterial yang dibangun. Banyak peradaban yang maju dari segi
material sejak zaman kaum ‘Aad, kaum Tsamud, bangsa Fir’aun yang ditunjukkan
dengan adanya bangunan-bangunan yang megah, kokoh, dan indah, sebagaimana pada
zaman ini manusia mampu membangun gedung-gedung pencakar langit. Namun, tak
semua zaman mampu membangun dengan kokoh segi immaterial melalui pemikiran-pemikiran
yang cerdas dan bermoral.
Peradaban tinggi mulai dibangun umat Islam di masa Nabi Muhammad SAW.
Pada masa itu, Nabi Muhammad SAW menegakkan syariat Islam dalam mengatur
aspek-aspek kehidupan. Dengan mengacu pada Al-qur’an dan berteladan Rasulullah
SAW terbukti keadaan umat Islam mampu bangkit dari keterpurukkan serta
menggapai zaman kejayaannya. Dimulai pada zaman Rasulullah SAW kemudian
dilanjutkan oleh kekhalifahan Islam, ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat,
nilai-nilai moral ditegakkan, hukum diselenggarakan dengan adil, pembangunan
besar-besaran dan pengaruh Islam pun semakin meluas.
Salah satu instrumen penegak keadilan dan pengatur kesejahteraan umat
pada saat itu adalah zakat. Dengan konsep memberikan sebagian rezeki yang
didapat untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan, zakat menjadi
instrumen yang ampuh dalam bidang ekonomi dan sosial. Zakat ibarat sebuah
jembatan penghubung yang mempererat persaudaraan antara kaum kaya dan miskin
untuk berjalan bersama dalam pembangunan. Dengan adanya hubungan yang erat dari
keduanya, suatu peradaban dapat benar-benar dikatakan maju karena kemajuan
tersebut dirasakan keduanya tanpa ada yang merasa terzhalimi.
Kegemilangan zakat adalah sejarah yang pernah ada. Umar
bin Abdul Aziz merupakan khalifah umat Islam yang menerapkan zakat sebagai
konsep utama dalam mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat. Ibnu Sa`ad dalam karyanya,
ath-Thabaqat al-Kubra, menuturkan kesaksian Muhajir bin Yazid, pegawai zakat di
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seperti berikut; Kami diangkat sebagai pegawai
zakat oleh Umar bin Abdul Aziz. Kami pun membagikan zakat kepada orang-orang
yang berhak menerimanya. Tapi, pada tahun berikutnya kami justru memungut zakat
dari orang-orang itu. Ini menunjukkan keberhasilan zakat, di mana zakat dapat
mengubah orang dari orang miskin menjadi orang kaya. Penyaluran zakat dapat
mengubah kemiskinan menjadi kekayaan, bukan justru mempertahankan kemiskinan
itu sendiri.
Apa yang telah dilakukan khalifah Umar bin Abdul Aziz menunjukkan bahwa ia telah memaajukkan umat melalui penerapan hukum zakat dari apa yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, Khulafaurrasyidin, dan khalifah sesudahnya. Pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, para mustahiq (orang yang wajib membayar zakat) telah berubah menjadi muzakki sehingga sulitnya mencari mustahiq sehingga puncak peradaban zakat dapat dicapai pada masanya. Umar meminta dan memerintahkan dengan tegas agar pengumpulan zakat dari orang Islam yang kaya tidak hanya dipandang sebagai kewajiban seorang muslim tetapi juga sebagai pemenuhan hak orang miskin atas orang kaya.
Pada zaman ini, banyak yang memandang zakat hanya sebagai pelaksanaan
perintah Allah SWT tanpa memahami berbagai efek positif yang ditimbulkannya.
Menunaikan zakat dianggap sulit karena terbentur keinginan manusia untuk
bertindak konsumtif dalam membelanjakan hartanya untuk keperluan pribadi. Hal inilah yang membuat
kemandekan dalam memaksimalkan potensi zakat, baik dalam pemikiran maupun
praktiknya. Umat muslim harus segera sadar bahwa Islam telah memiliki instrumen yang sangat
ampuh untuk bangkit dan membangun peradaban sebagaimana yang telah ditunjukkan
dalam perintah Allah. Efek dari pemberdayaan zakat terbukti sangat besar
pengaruhnya terhadap pembangunan. Oleh karena itu, umat Islam harus
memaksimalkan penghimpunan zakat dari potensi yang sangat besar yang dimiliki
umat muslim Indonesia untuk memajukkan peradaban dengan berpijak pada sumber
peradaban kita sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Mungkinkah pengelolaan zakat seperti pada masa Umar bin
Abdul Aziz dapat diwujudkan di negeri yang mayoritas muslim ini? Beranikah umat
muslim bermimpi penerimaan dana zakat rakyat Indonesia dapat melampaui
penerimaan APBN? Seluruh ajaran Islam termasuk zakat adalah bersifat universal
dan dapat diterapkan di semua tempat, ruang dan waktu. Dalam hal
perolehan potensi dana zakat yang dapat terkumpul, bisa jadi mimpi-mimpi
tersebut menjadi kenyataan mengingat penduduk Indonesia yg mayoritas muslim. Melihat fakta tersebut tidak diragukan lagi bahwa potensi pemanfaatan
dana zakat sangatlah besar hanya saja masalah yang dihadapi kini adalah
bagaimana memaksimalkan potensi penggalangan dana zakat dari masyarakat
0 komentar: