Speak Good or Remain Silent

05.38 Rahasanica Nariswari P 0 Comments



Kata dapat menjadi air yang menggerus batu yang keras menjadi lunak. Dan kata dapat pula menjadi pisau tak kasat mata, yang menggores luka pada hati.

Aku menatap layar kunci smartphone, “Speak Good or Remain Silent”. Setelah kubuka kunci layar dan mengecek pesan pada aplikasi chating, layar itu berkata kembali meski samar-samar karena kini tertutup pesan-pesan yang masuk. Aku ingat, mengapa aku mulai mengganti wallpaper-nya. Agar saat terjebak dalam percakapan atau informasi yang cenderung membawa mudharat pada hati, kita harus sadar untuk segera mem-filter-nya, untuk kemudian tidak tenggelam dalam situasi dan tidak telanjur melepas kata yang tidak semestinya.

Banyak perubahan bermula dari kata. Baik dari kata yang kita dengar melalui pembicaraan, atau kata yang kita cerna melalui tulisan. Perubahan bermula dari kata yang mengguncang hati, entah tujuannya untuk mengeraskan atau melembutkan hati. Sebegitu besar kekuatan yang kata miliki. Mungkin itulah salah satu alasan-Nya, dibalik perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita untuk kerap membaca kalam-Nya. Dan itulah mengapa, para sahabat mengabadikan perkataan Rasul dalam hadist-hadistnya. Agar kata yang kita terima adalah kata-kata membawa pengaruh baik bagi hati, kata-kata yang menuntun pada siratal mustaqim, jalan yang lurus.

Bisa jadi seseorang pada mulanya adalah seseorang yang baik namun dapat menjadi rusak karena mendengar perkataan atau membaca tulisan yang merusak  hati dan pikiran. Sebaliknya, ada pula orang yang sebelumnya dikenal sebagai orang baik-baik namun berubah berkelakuan buruk dikarenakan terperangkap dalam kebiasaan mendengar dan mencerna perkataan yang buruk atau membawa kemudharatan. Adapula, perkataan yang dikemas baik, namun berlogika terbalik yang kata-katanya menakjubkan namun sejatinya memalingkan diri dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Korzybsky, ahli general semantics menjelaskan adanya hubungan antara kekacauan penggunaan Bahasa dengan penyakit jiwa. Implikasinya, pentingnya menggunakan Bahasa yang baik dan tertib dalam pemakaian istilah jika ingin menyehatkan masyarakat. Maka berlaku pun sebaliknya, masyarakat akan sakit jika terus menerus disuguhi perkataan yang merusak.

Pentingnya menertibkan istilah adalah kunci dalam menyehatkan masyarakat. Penertiban ini tak sekedar penertiban teknis, namun lebih kepada pemaknaannya. Seperti pemaknaan istilah auliya yang hits saat ini, pendapat jumhur ulama telah menafsirkan istilah auliya yang bermakna pemimpin (lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/132). Mengaburkan pendapat para ulama yang notabene telah ahli dalam tafsir kitab suci Al-qur’an akan menggangu ketertiban penggunaan istilah. Lebih lanjut akan menggoyahkan iman, merapuhkan kepercayaan yang kokoh atas ulama maupun agama itu sendiri. Padahal, bukankah Al-qur’an merupakan mukjizat terbesar? Kalam-Nya merupakan pedoman dasar dalam menjalani kehidupan, Rasulullah adalah menyampai risalah-Nya dan ulama adalah pewarisnya.

Maka apalah kita yang awam ini? Mari senantiasa jadikan diri sebagai pembelajar dalam berkata yang baik atau diam.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah mengatakan yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)


You Might Also Like

0 komentar: