Sedikit Curhat.. tentang Pemikiran
Sudah satu setengah bulan lamanya aku belum juga konsultasi perihal
skripsi ke dosen pembimbing. Meski sudah lebih dari setengah jalan, karena saat
ini aku telah berkutat pada bab 4, aku belum juga menuangkan hasil analisisku
untuk menggenapkan sisanya. Bukan karena malas menyebarkan kuesioner, atau
mengambil data, atau bukan alibi soal dosbingku yang sibuk, atau pun
kesibukanku. Setuju dengan pernyataan dosbingku kala pertama kali bertemu
(haha..) “semestinya tidak ada yang boleh mengatakan
bahwa saya tidak punya waktu, tapi yang ada hanyalah saya tidak dapat mengatur
waktu (tamparan telak). Karena Tuhan
Maha Adil, Dia memberikan waktu yang sama bukan pada setiap hambanya, sehari
sama dengan 24 jam? Sesungguhnya kitalah yang berlaku tidak adil.”
Satu lebih setengah bulan ini aku disibukkan dengan perhelatan
pemikiran-pemikiran yang hadir dalam meramaikan kajian semiotika. Ya, itu
adalah metode analisisi yang aku gunakan dalam skripsi ini. Jika dalam mentode
kuntitatif kita diajarkan mengoperasikan apilkasi statistik, tidak sama dengan
halnya dalam metode kualitatif. Dalam menggunakan metode kualitatif, seperti
kajian semiotika, kajian yang mempelajari seputar tanda, tidak ada mata kuliah
di jurusanku, akuntansi, yang secara khusus yang membahas detail cara kerjanya.
Hal ini mungkin juga dikaarenakan masih sedikit penelitian yang menggunakan
metode kualitatif, khususnya di bidang akuntansi.
Semiotika.. ketika aku ketik kata ini pada kotak search di perpustakaan fakultas, tidak ada buku yang tersedia.
Pencarian beralih ke perpustakaan universitas, disana aku temukan dalam ranah
komunikasi, beberapa dalam psikologi dan sosiologi.
Setelah membaca screening tiga
buku perihal semiotika, ada beberapa hal yang menjadi penyebab perhelatan
pemikiranku. Ketika membahas tokoh-tokoh semiotika, seluruh tokoh yang
diperkenalkan adalah tokoh barat (meskipun di era saat ini sebenarnya juga
banyak terjadi pada bidang penelitian lainnya). Aku tidak menampik beberapa
penyataannya seputar tanda yang aku anggap sejalan dengan prinsip hidup yang
aku anut selama ini, namun aku agaknya mulai berhati-hati, hampir semuanya
adalah seorang filosofis barat. Dan salah satu diantaranya menjadi penganut
atheis yang sebelumnya merupakan seorang religious katholik. Padahal, kajian
semiotika ini aku gunakan untuk mengekspolrasi nilai-nilai agama. Namun yang
aku justru temukan di dalamnya adalah dogma negatif seputar agama. Ada
pernyataan yang kemudian muncul, dapatkah metode ini aku gunakan? Beberapa hal
dalam buku yang aku tangkap, yaitu seseorang tidak dapat mencampur adukkan
agama dalam menganalisis seni, kemudian pernyataan perihal agama adalah sebuah
hasil dari kebudayaan, Sehingga aku menyimpulkan dalam pemaparan semiotika yang
aku baca, bahwa kebudayaan meruapakan hal tertinggi yang mendasari seseorang
dalam melakukan sesuatu.
Aku meyakini bahwa Islam bukan lahir dari sebuah kebudayaan, justru
kebudayaan yang barulah, yang kemudian hadir dari Islam untuh mencerahkan
kehidupan bangsa Arab dan bangsa-bangsa di dunia. Jika kita berpikir mengenai
kebaradaan makhluk di dunia ini dan hamparan alam semesta, sungguh kita
semestinya mampu merendahkan diri dan meyakini adanya Zat Yang Maha Kuasa dalam menciptakan
semuanya. Semua tercipta dengan indah, teratur dan rapi. “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan
bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang” (Q.S.
36: 40). Oleh karenanya, menjadi atheis sangatlah salah satu bentuk
penyimpangan dari pengakuan terhadap hal tersebut. Meski tidak menyadari
seorang anak dilahirkan dari Rahim ibunya, merupakan perbuatan durhaka jika
anak tersebut tidak mengakui keberadaan ibu sebagai perantara kelahirannya. Meski
seorang anak tidak tidak mengerti bagaimana peran ayahnya dalam kelahirannya,
sungguh menyimpang seorang anak yang tidak mengakui ayahnya. Hal ini juga
menjawab perihal tidak tersedianya surga bagi mereka yang atheis dan kafir? Mengapa?
Bagaimana mungkin ia meminta surga yang Tuhan ciptakan tapi ia tidak mengakui
ia sebagai Tuhannya. Bagaimana mungkin pula ia meminta ampunan dan rahmat dari
Tuhan Yang Satu itu ketika ia menuhankan yang lain, mempercayai bahwa zat yang
lain itulah yang mampu memberikan ampunn dan rahmat baginya.
Perihal agama merupakan kebudayaan. Ya, kecuali Islam. Islam tidak
terbntuk dari hasil kebudayaan setempat. Islam hadir mencerahkan kebudayaan
jahiliyah yang ada saat itu. Ajaran Islam yang dibawanya banyak bertentangan
dengan kebudayaan Jahiliyah yang dianut pada masa itu.
Menanggapi perhelatan pemikiran, kemarin akhirnya aku berkonsultasi
dengan dosen pembimbing. Ada perasaan khawtir disana, takut-takut pemikiran ini
tak sejalan mengingat beliau pun sudah lama menekuni seluk beluk semiotika. Setelah
menjelaskan apa yang menjadi perhelatan dan hal-hal yang aku yakini beliau pun
menjelaskan, “kamu harus
bisa mengkritisinya, hadirkan pendapat yang mendukung bahwa Islam adalah agama
yang unik karena berasal langsung dari wahyu Allah SWT, bukan merupakan hasil
dari sebuah kebudayaan. ” Agama Islam hadir melalui
wahyu yang disampaikan kepada utusannya, rasulullah. Rasulullah yang ummi, yang tidak bisa baca-tulis saat itu, juga
menjadi bukti bahwa tersebut adalah murni dari Allah SWT, karena terputusnya
dugaan bahwa rasulullah mencontek kitab-kitab sebelumnya. Ajaran yang dibawakan
Nabi Muhammad, sebagai rasulullah, pun lestari hingga sekarang, tidak ada
penambahan atau pengurangan terhadap firman yang disampaikan Allah SWT hingga
saat ini. Kemurnian ini dijunjung tinggi umat Islam sebagai bentuk kepatuhan
dan penghormatan tertinggi terhadap firman Tuhannya. Sehingga bentuk menuhankan
Tuhan pun semestinya juga tercermin dalam segala tindak tanduk umat muslim.
Meyakini adanya Tuhan sebagai penguasa alam semesta, semestinya menempatkan
Tuhan pada tempat tertinggi dalam melakukan segala sesuatunya, termasuk dalam
menganalisis hal-hal kebudayaan, seni pada khususnya. Sehingga tidak patut
menanggalakan agama dalam hal apapun, karena keberadaan hak-hak Tuhan yang
menjadi prioritas utama untuk kita penuhi sebelum memenuhi hak-hak lainnya.
Nampaknya perhelatan ini pun belum berhenti sampai disini, jika ada
rezeki mungkin beberapa saat lagi akan aada masa untukku beradu pendapat dengan
pakar semiotika lainnya, notabene bukan seorang muslim. Mungkin ini jawaban
Allah mengenai penjelasanku beberapa waktu lalu saat presentasi di kuliah Teori
Akuntansi, saya ingin mampu menjelaskan hal ini dengan tidak kekiri-kirian ataupun
tidak kekanan-kananan pak sehingga apa yang diungkapkan dalam penelitian ini
mampu diterima seluruh pihak dan diyakini kebenarannya pak.
In sya Allah J
0 komentar: